Senin, 26 Januari 2015

KAITAN AGAMA DAN MASYARAKAT

Kaitan agama dengan masyarakat banyak dibuktikan oleh pengetahuan agama yang meliputi penulisan sejarah dan figur nabi dalam mengubah kehidupan sosial, argumentasi rasional tentang ati dan hakikat kehidupan, tentang Tuhan dan kesadaran akan maut menimbulkan relegi dan sila Ketuhanan Yang Maha Esa sampai pada pengalaman agama para tasauf.
Bukti-bukti itu sampai pada pendapat bahwaagama merupakan tempat mencari makna hidup yang final dan ultimate. Agama yang diyakini, merupakan sumber motivasi tindakan individu dalam hubungan sosialnya, dan kembali pada konsep hubungan agama dengan masyarakat, di mana pengalaman keagamaan akan terefleksikan pada tindakan sosial dan invidu dengan masyarakat yang seharusnya tidak bersifat antagonis.
Peraturan agama dalam masyarakat penuh dengan hidup, menekankan pada hal-hal yang normative atau menunjuk kepada hal-hal yang sebaiknya dan seharusnya dilakukan.
Contoh kasus akibat tidak terlembaganya agama adalah “anomi”, yaitu keadaan disorganisasi sosial di mana bentuk sosial dan kultur yang mapan jadi ambruk. Hal ini, pertama, disebabkan oleh hilangnya solidaritas apabila kelompok lama di mana individu merasa aman dan responsive dengan kelompoknya menjadi hilang. Kedua, karena hilangnya consensus atau tumbangnya persetujuan terhadap nilai-nilai dan norma yang bersumber dari agama yang telah memberikan arah dan makna bagi kehidupan kelompok.
- Fungsi Agama
Ada tiga aspek penting yang selalu dipelajari dalam mendiskusikan fungsi agama dalam masyarakat, yaitu kebudayaan, sistem sosial, dan kepribadian. Ketiga aspek itu merupakan kompleks fenomena sosial terpadu yang pengaruhnya dapat diamati dalam perilaku manusia, sehingga timbul pertanyaan sejauh mana fungsi lembaga agama memelihara sistem, apakah lembaga agama terhadap kebudayaan adalah suatu sistem, atau sejauh mana agama dapat mempertahankan keseimbangan pribadi melakukan fungsinya. Pertanyaan tersebut timbul karena sejak dulu hingga sekarang, agama masih ada dan mempunyai fungsi, bahkan memerankan sejumlah fungsi.
Manusia yang berbudaya, menganut berbagai nilai, gagasan, dan orientasi yang terpola mempengaruhi perilaku, bertindak dalam konteks terlembaga dalam lembaga situasi di mana peranan dipaksa oleh sanksi positif dan negatif serta penolakan penampilan, tapi yang bertindak, berpikir dan merasa adalah individu itu sendiri.
Teori fungsionalisme melihat agama sebagai penyebab sosial agama terbentuknya lapisan sosial, perasaan agama, sampai konflik sosial. Agama dipandang sebagai lembaga sosial yang menjawab kebutuhan dasar yang dapat dipenuhi oleh nilai-nilai duniawi, tapi tidak menguntik hakikat apa yang ada di luar atau referensi transdental.
Aksioma teori di atas adalah, segala sesuatu yang tidak berfungsi akan hilang dengan sendirinya. Teori tersebut juga memandang kebutuhan “sesuatu yang mentransendensikan pengalaman” sebagai dasar dari karakteristik eksistensi manusia. Hali itu meliputi, Pertama, manusia hidup dalam kondisi ketidakpastian juga hal penting bagi keamanan dan kesejahteraannnya berada di luar jangkauan manusia itu sendiri. Kedua, kesanggupan manusia untuk mengendalikan dan mempengaruhi kondisi hidupnya adalah terbatas, dan pada titik tertentu akan timbul konflik antara kondisi lingkungan dan keinginan yang ditandai oleh ketidakberdayaan. Ketiga, manusia harus hidup bermasyarakat di mana ada alokasi yang teratur dari berbagai fungsi, fasilitas, dan ganjaran.
Jadi, seorang fungsionalis memandang agama sebagai petunjuk bagi manusia untuk mengatasi diri dari ketidakpastian, ketidakberdayaan, dan kelangkaan; dan agama dipandang sebagai mekanisme penyesuaian yang paling dasar terhadap unsur-unsur tersebut.
Fungsi agama terhadap pemeliharaan masyarakat ialah memenuhi sebagian kebutuhan masyarakat. Contohnya adalaha sistem kredit dalam masalah ekonomi, di mana sirkulasi sumber kebudayaan suatu sistem ekonomi bergantung pada kepercayaan yang terjalin antar manusia, bahwa mereka akan memenuhi kewajiban bersama dengan jenji sosial mereka untuk membayar. Dalam hal ini, agama membantu mendorong terciptanya persetujuan dan kewajiban sosial dan memberikan kekuatan memaksa, memperkuat, atau mempengaruhi adat-istiadat.
Fungsi agama dalam pengukuhan nilai-nilai bersumber pada kerangka acuan yang bersifat sakral, maka norma pun dikukuhkan dengan sanksi sakral. Sanski sakral itu mempunyai kekuatan memaksa istimewa karena ganjaran dan hukumannya bersifat duniawi, supramanusiawi, dan ukhrowi.
Fungsi agama di sosial adalah fungsi penentu, di mana agama menciptakan suatu ikatan bersama baik antara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang mempersatukan mereka.
Fungsi agama sebagai sosialisasi individu adalah, saat individu tumbuh dewasa, maka dia akan membutuhkan suatu sistem nilai sebagai tuntunan umum untuk mengarahkan aktifitasnya dalam masyarakat. Agama juga berfungsi sebagai tujuan akhir pengembangan kepribadiannya. Orang tua tidak akan mengabaikan upaya “moralisasi” anak-anaknya, seperti pendidikan agama mengajarkan bahwa hidup adalah untuk memperoleh keselamatan sebagai tujuan utamanya. Karena itu, untuk mencapai tujuan tersebut harus beribadah secara teratur dan kontinu.
Masalah fungsionalisme agama dapat dianalisis lebih mudah pada komitmen agama. Menurut Roland Robertson (1984), dimensi komitmen agama diklasifikasikan menjadi :
a.Dimensi keyakinan mengandug perkiraan atau harapan bahwa orang yang religius akan menganut pandangan teologis tertentu, bahwa ia akan mengikuti kebenaran ajaran-ajaran tertentu.
b.Praktek agama mencakup perbuatan-perbuatan memuja dan berbakti, yaitu perbuatan untuk melaksanakan komitmen agama secra nyata. Ini menyangkut hal yang berkaitan dengan seperangkat upacara keagamaan, perbuatan religius formal, perbuatan mulia, berbakti tidak bersifat formal, tidak bersifat publik dan relatif spontan.
c.Dimensi pengalaman memperhitungkan fakta, bahwa semua agama mempunyai perkiraan tertentu, yaitu orang yang benar-benar religius pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan yang langsung dan subjektif tentang realitas tertinggi, mampu berhubungan dengan suatu perantara yang supernatural meskipun dalam waktu yang singkat.
d.Dimensi pengetahuan dikaitkan dengan perkiraan bahwa orang-orang yang bersikap religius akan memiliki informasi tentang ajaran-ajaran pokok keyakinan dan upacara keagamaan, kitab suci, dan tradisi-tradisi keagamaan mereka.
e.Dimensi konsekuensi dari komitmen religius berbeda dengan tingkah laku perseorangan dan pembentukan citra pribadinya.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki konsekuensi paling penting bagi agama. Akibatnya adalah masyarakat makin terbiasa menggunakan metode empiris berdasarkan penalaran dan efisiensi dalam menanggapi masalh kemanusiaan, sehingga lingkungan yang bersifat sekular semakin meluas dan sering kali dengan pengorbanan lingkungan yang sakral. Menurut Roland Robertson, watak masyarakat sekular tidak terlalu memberikan tanggapan langsung terhadap agama. Misalnya, sediktnya peranan dalam pemikiran agama, praktek agama, dan kebiasaan-kebiasaan agama.
Umumnya, Kecenderungan sekularisasi mempersempit ruang gerak kepercayaan-kepercayaan dan pengalaman-pengalaman keagamaan yang terbatas pada aspek yang lebih kecil dan bersifat khusus dalam kehidupan masyarakat dan anggota-anggotanya.
Hal itu menimbulkan pertanyaan apakahan masyarakat sekuler mampu mempertahankan ketertiban umum secara efektif tanpa adanya kekerasan institusional apabila pengaruh agama sudah berkurang.
- Pelembagaan Agama
Agama sangat universal, permanen, dan mengatur dalam kehidupan, sehingga bila tidak memahami agama, maka akan sulit memahami masyarakat. Hal yang harus diketahui dalam memahami lembaga agama adalah apa dan mengapa agama ada, unsur-unsur dan bentuknya serta fungsi dan struktur dari agama.
Dimensi ini mengidentifikasikan pengaruh-pengaruh kepercayaan, praktek, pengalaman, dan pengetahuan keagamaan dalam kehidupan sehari-hari. Dimensi-dimensi ini dapat diterima sebagai dalil atau dasar analitis, tapi hubungan antara empat dimensi itu tidak dapat diungkapkan tanpa data empiris.
Menurut Elizabeth K. Nottingham (1954), kaitan agama dalam masyarakat dapat mencerminkan tiga tipe, meskipun tidak menggambarkan keseluruhannya secara utuh.
a.Masyarakat yang Terbelakang dan Nilai-nilai Sakral
Masyarakat tipe ini kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota masyarakatnya menganut agama yang sama. Sebab itu, keanggotaan mereka dalam masyarakat dan dalam kelompok keagamaan adalah sama. Agama menyusup ke dalam kelompok aktivitas yang lain. Sifat-sifatnya:
  1. Agama memasukkan pengaruhnya yang sakral ke dalam sistem masyarakat secara mutlak.
  2. Nilai agama sering meningkatkan konservatisme dan menghalangi perubahan dalam masyarakat dan agama menjadi fokus utama pengintegrasian dan persatuan masyarakat secra keseluruhan yang berasal dari keluarga yang belum berkembang.
b.Mayarakat-masyarakat Praindustri yang Sedang Berkembang
Masyarakatnya tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi. Agama memberi arti dan ikatan kepada sistem nilai dalam tiap masyarakat, pada saat yang sama, lingkungan yang sakral dan yang sekular masih dapat dibedakan. Fase kehidupan sosial diisi dengan upacara-upacara tertentu. Di pihak lain, agama tidak memberikan dukungan sempurna terhadap aktivitas sehari-hari, agama hanya memberikan dukungan terhadap adat-istiadat.
Pendekatan rasional terhadap agama dengan penjelasan ilmiah biasanya akan mengacu dan berpedoman pada tingkah laku yang sifatnya ekonomis dan teknologis dan tentu akan kurang baik. Karena adlam tingkah laku, tentu unsur rasional akan lebih banyak, dan bila dikaitkan dengan agama yang melibatkan unsur-unsur pengetahuan di luar jangkauan manusia (transdental), seperangkat symbol dan keyakinan yang kuat, dan hal ini adalah keliru. Karena justru sebenarnya, tingkah laku agama yang sifatnya tidak rasional memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.
Agama melalui wahyu atau kitab sucinya memberikan petunjuk kepada manusia untuk memenuhi kebutuhan mendasar, yaitu selamat di dunia dan akhirat. Dalam perjuangannya, tentu tidak boleh lalai. Untuk kepentingan tersebut, perlu jaminan yang memberikan rasa aman bagi pemeluknya. Maka agama masuk dalam sistem kelembagaan dan menjadi sesuatu yang rutin. Agama menjadi salah satu aspek kehiduapan semua kelompok sosial, merupakan fenomena yang menyebar mulai dari bentuk perkumpulan manusia, keluarga, kelompok kerja, yang dalam beberapa hal penting bersifat keagamaan.
Adanya organisasi keagamaan, akan meningkatkan pembagian kerja dan spesifikasi fungsi,juga memberikan kesempatan untuk memuaskankebutuhan ekspresif dan adatif.
Pengalaman tokoh agama yang merupakan pengalaman kharismatik, akan melahirkan suatu bentuk perkumpulan keagamaan yang akan menjadi organisasi keagamaan terlembaga. Pengunduran diri atau kematian figure kharismatik akan melahirkan krisis kesinambungan. Analisis yang perlu adalah mencoba memasukkan struktur dan pengalaman agama, sebab pengalaman agama, apabila dibicarakan, akan terbatas pada orang yang mengalaminya. Hal yang penting untuk dipelajari adalah memahami “wahyu” atau kitab suci, sebab lembaga keagamaan itu sendiri merupakan refleksi dari pengalaman ajaran wahyunya.
Lembaga keagamaan pada puncaknya berupa peribadatan, pola ide-ide dan keyakinan-keyakinan, dan tampil pula sebagai asosiasi atau organisasi. Misalnya pada kewajiban ibadah haji dan munculnya organisasi keagamaan.
Lembaga ibadah haji dimulai dari terlibatnya berbagai peristiwa. Ada nama-nama penting seperti Adam a.s, Ibrahim a.s, Siti Hajar, dan juga syetan; tempatnya adalah Masjidil-Haram, Mas’a, Arafah, Masy’ar, Mina, serta Ka’bah yang merupakan symbol penting; ada peristiwa kurban, pakaian ihram, tawaf, sa’I, dan sebagainya.
Adam dan Hawa dalam keadaan terpisah, kemudian keduanya berdoa : “Ya, Tuhan kami, kami telah menganiaya diri sendiri, dan jika engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscayalah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (Q.S al-A’raf : 23).
Setelah itu Allah SWT memerintahkan Adam untuk ibadah haji (pergi ke sesuatu untuk mengunjunginya). Saat sampai di suatu tempat (Arafah= tahu, kenal), maka bertemulah ia dengan Hawa setelah diusir dari surge. Sebab itu dalam pelaksanaan ibadah haji, ada ketentuan wukuf (singgah).
Nama nabi Ibrahim a.s selalu dikaitkan dengan Ka’bah sebagai pusat rohani agama Islam (Kiblatnya Islam). Pada suatu peristiwa Allah memerintahkan Jibril membawa Ibrahim a.s, Siti Hajar dan Ismail a.s putranya yang masih kecil ke Makkah dari Palestina. Di suatu tempat, Ibrahim a.s atas perintah Allah SWT supaya meninggalkan istri dan putranya. Kemudian Ismail menangis meminta air, tentu saja Siti Hajar menjadi khawatir dan gelisah, maka ia pun berlari mencari air ke bukit Shafa dan Marwa sebanyak tujuh kali.
Setelah itu dengan kuasa Tuhan, memancarlah air dari dekat kaki Ismail (sekarang sumur air Zam-zam). Sebab itu, dalam rukun Haji ada Sa’I (berlari kecil) sebanyak tujuh kali di bukit Shafa dan Marwa. Siti Hajar merupak lambang yang bertanggung jawab, tidak pasrah, perjuangan fisik dan meniadakan diri tenggelam ke dalam samudera cinta.
Kurban dikaitkan resmi dengan ibadah haji. Lembaga ini berhubungan dengan sejarah rohani Ibrahim a.s yang diperintahkan oleh Alla SWT untuk menyembelih putranya Ismail a.s, untuk menguji kesempurnaan tauhidnya. Sewaktu penyembelihan akan dilaksanakan, syetan sempat menggoda Ibrahim a.s agar tidak melaksanakan perintah Allah tersebut. Kemudian Ibrahim dan Ismail melemparkan batu ke arah suara syetan itu berasal. Untuk mengenang peristiwa itu, dalam pelaksanaan ibadah haji diwajibkan melempar jumrah (batu).
Sewaktu Ismail akan disembelih oleh Ibrahim a.s, ternyta Allah menggantinya dengan seekor gibas (domba) jantan. Firman Allah : “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan pergi kesana. Barang siapa yang kafir (terhadap kewajiban haji), maka bahwasanya Allah Mahakuasa (tidak memerlukan sesuatu dari alam semesta)” (Q.S 3:97).
Jadi, kewajiban tersebut, esensinya adalah evolusi manusia menuju Allah dengan pengalaman agama yang penting. Mengandung simbolis dari filsafat “pencptaan Adam”, “sejarah”, “keesaan”, “ideology islam”, dan “ummah”.
Organisasi keagamaan yang tumbuh secara khusus, bermula dari pengalaman agama tokoh kharismatik pendiri organisasi keagamaan yang terlembaga.
Muhammadiyah, sebuah organisasi sosial Islam yang dipelopori oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan yang menyebarkan pemikiran Muhammad Abduh dari Tafsir Al-Manar. Ayat suci Al-Quran telah memberi inspirasi kepada Ahmad Dahlan untuk mendirikan Muhammadiyah. Salah satu mottonya adalah, Muhammadiyah diapandang sebagai “segolongan dari kaum” mengajak pada kebaikan dan mencegah perbuatan jahat (amar ma’ruf, nahi ’anil munkar)
Dari contoh sosial di atas, lembaga keagamaan berkembang sebagai pola ibadah, pola ide-ide, ketentuan (keyakinan), dan tampil sebagai bentuk asosiasi atau organisasi. Pelembagaan agama puncaknya terjadi pada tingkat intelektual, tingkat pemujaan (ibadat), dan tingkat organisasi.
Tampilnya organisasi agama adalah akibat adanya “perubahan batin” atau kedalaman beragama, mengimbangi perkembangan masyarakat dalam hal alokasi fungsi, fasilitas, produksi, pendidikan, dan sebagainya. Agama menuju ke pengkhususan fungsional. Pengaitan agama tersebut mengambil bentuk dalam berbagai corak organisasi keagamaan.

SUMBER : Haryawantiyoko.Katuuk, Neltje F.MKDU Ilmu Sosial

Minggu, 25 Januari 2015

 PENGERTIAN DAN FUNGSI AGAMA

I. PENGERTIAN
Terdapat tiga istilah yang sering digunakan untuk mengambarkan sebuah konsep hubungan manusia dengan Tuhan-Nya, atau pemaknaan terhadap penyerahan, ritual dan persepsi adanya “realitas” diluar manusia, yaitu : Agama, Religion dan Ad Dien.

Agama
Agama yang dalam bahasa Sangsekerta berarti tidak kacau (a = tidak dan gama = kacau) dipakai untuk menjelaskan hubungan manusia dengan Tuhan-Nya dalam kerangka kepatuhan terhadap aturan untuk mewujudkan kehidupan yang sejahtera, damai, selamat dan tentram. Dengan demikiran prinsip dan misi agama pada hakekatnya adalah berusaha mewujudkan kehidupan yang tidak kacau. Walaupun demikian, konsep kedamaian dan kesejahteraan boleh jadi hanya bersifat sementara dan duniawiyah saja, sedangkan prinsip kesejahteraan yang abadi boleh jadi tidak menjadi prioritas keberagamaan.

Dalam memberlakukan agama sebagai instrument mewujudkan kesejahteraan dan keda-maian hidup, munculah tafsiran-tafsiran agama yang berbeda-beda – yang cenderung men-jadi sebuah pergulatan pemikiran tersendiri dalam kajian ilmu agama terutama dipandang dari sisi kebenaran keimanan dan kepercayaan serta aktualisasi peribadatan mereka dan keterkaitannya dengan hasil akhir yang didapat, misalnya balasan amal di akhirat (Surga dan Neraka menurut agama Islam atau Nirwana dan Hukum Karma menurut agama Hindu).
Aplikasi hubungan dengan eksistensi yang transendent melahirkan berbagai konsep agama dan aktualisasinya. Di Indonesia berkembang pemikiran bahwa setiap sesuatu memiliki “roh” yang didalamnya tersimpan kekuatan magic dan mistik yang luar biasa. Konsep animisme menjadi wujud adanya hubungan antara manusia dengan eksistensi yang transendent dan sudah barang tentu sangat abstrak dan cenderung tidak dapat dijelaskan realitasnya baik dari segi dogmatik maupun dari segi nalar – kemudian berkembang menjadi dinamisme.
Prinsip-prinsip Dinamisme nampak lebih aplikatif dan kongkrit, karena ia mampu menje-laskan wujud eksistensi yang transendent dalam beberapa eksistensi yang profan (tidak suci dan bersifat kebendaan). Ia menganggap bahwa semua benda atau benda tertentu memiliki kekuatan supra natural (mana/magic/tuah) yang ditunjukkan lewat kehebatan yang diluar kelaziman. Kekuatan eksistensi yang transendent tersebut ternyata tidak hanya masuk pada benda tertentu, melainkan masuk juga pada binatang atau hewan tertentu yang kemudian dikenal dengan “Totemisme”, misalnya sapi, ular dan kucing.

Religion
Pada terminologi lain ditemukan kata-kata “Religion” untuk menggambarkan hal yang sama dengan agama. Dalam An English Reader’s Dictionary terdapat tiga kemungkinan kata yang berkait dengan Religion, yaitu Religi, Religion dan Religious atau Releigiousitas. Pertama; Religi dalam tinjauan antropologi sering dikaitkan dengan ritual (upacara agama/ ibadah) untuk menundukkan kekuatan gaib terutama pada masyarakat primitif. Perwujudan dari konsep Religi tersebut adalah ritus dan peribadatan dalam agama, pengusiran dan penundukkan kekuatan gaib berupa praktek mistik dan magic dan masih banyak lagi – baik dalam tataran tingkat modern maupun tingkat tradisional. Artinya sesekali pada masyarakat modern masih dijumpai ritus-ritus tertentu dan untuk kepentingan tertentu – misalnya ritus yang didasarkan pada ramalan perbintangan (astrologi-horoscope).
Kedua; Religion digambarkan sebagai sebuah konsep atau aturan yang mendasari prilaku Religi atau ritus-ritus tersebut. Dengan demikian Religi atau ritus dalam agama tertentu tidak akan mungkin ada jika konsep atau aturan agamanya tidak ada. Dalam An English Reader’s Dictionary karangan A.S. Homby dan E.C Pamwell, disebutkan bahwa “Religion is a system of faith and worship based on such belief” (sistem kepercayaan dan penyembahan yang dibangun berdasarkan keyakinan tertentu). Maka Religion dalam pandangan seperti ini hanya memuat dua unsur yaitu :
a. Faith (kepercayaan – artinya adanya persepsi yang sadar tentang eksistensi kekuatan diluar manusia yang memperngaruhi kelangsungan hidup mereka).
b. Worship (peribadatan/penyembahan – artinya perlu adanya perwujudan ritus yang kongkrit sebagai penghambaan dan ketertundukkan manusia terhadap kekuatan tersebut, misalnya dalam bentuk sesaji, kurban dll.).

Dalam pemikiran yang cukup sederhana – ternyata untuk membuat sesuatu itu menjadi agama hanya diperlukan dua komponen yaitu komponen kepercayaan (faith) dan penyembahan (worship). Prinsip minimal pembentukan agama tersebut menyisakan permasalahan yang cukup rumit yaitu mampukah agama tersebut mewujudkan pribadi yang sejahtera, damai dan selamat terutama untuk untuk kehidupan akhirat yang justru menjadi tujuan utama beragama. Sebab tidak jarang kita menemukan sekte atau aliran yang hampir menjadi sebuah agama, tetapi mereka justru menyesatkan dan mencelakakan pemeluknya.
Oleh sebab itu dalam pandangan saya – agama yang dibentuk berdasarkan prinsip mini-malis tersebut perlu diwaspadai, sebagaimana yang diungkapkan oleh Dr. Nurcholis Madjid – “Kepercayaan yang benar akan melahirkan kedamaian, kesejahteraan dunia dan akhirat, sedangkan kepercayaan yang salah akan menyesatkan hidup, merusak dan membahayakan bagi pertumbuhan kebudayaan dan manusia serta anti terhadap keselamatan hidup.

Ketiga; Religious (Religiousitas) adalah sebuah sikap yang nampakdalam prilaku seseorang yang terinternalisasi oleh nilai-nilai atau ajaran-ajaran agama. Sikap tersebut menjadi parameter terhadap asumsi seberapa tinggi tingkat penghayatan dan peng-amalan mereka terhadap nilai atau ajaran agama tersebut. Semakin sejahtera, damai dan tentram, maka menunjukkan semakin tinggi pula penghayatan dan pengamalan terhadap ajaran agama – demikian juga semakin keras, kasar, tidak adanya toleransi dan jaminan keselamatan dan kesejahteraan, maka semakin gersang dan tidak nampak prilaku keagamaan dalam hidup mereka, boleh jadi sampai pada satu asumsi bahwa agama tidak dibutuhkan oleh mereka.

Ad Dien
“Ad Dien”. Kata Ad Dien dengan mudah dapat kita temukan di dalam al Qur’an, karena kata tersebut adalah kesatuan tentang ajaran agama Islam. Dalam kajian ilmu keislaman pada masa salaf, semua jenis ilmu agama yang bersumber pada al Qur’an dan Hadits dinamakan dengan “Tafaqquh fid-Dien” – baik itu menyangkut kepercayaan (aqoid), peribadatan dan hukum-hukumnya (ubudiyah dan syari’ah) dan konsep-konsep keagamaan lainnya (Muamalah siyasiyah) sebagaimana disebutkan dalam Al qur’an Surat At Taubah ayat 122.

Belakangan rumpun Ad Dien dikembangkan berdasarkan spesifikasi kajian, sehingga menjadi disiplin ilmu yang bermacam-macam dengan sistematika dan metodologi yang berbeda, sedangkan ad Dien itu sendiri menjadi rumah besar bagi rujukan dan keabsah-an keilmuan Islam.
Didalam al Qur’an kita menemukan banyak sekali kata-kata ad Dien, namun kalau diklasifikasikan hanya memiliki tiga arti yaitu :
Aturan-aturan agama sebagaimana firman Allah dalam Qs Asy Syuura : 13 dan 21 dan Qs. Al Haj : 78)

Ketaatan, kepatuhan dan keihlasan sebagaimana tersebut dalam Qs. Az Zumar : 3 dan 11, Al Bayyinah : 5)


Hari kiamat atau hari Agama atau hari pembalasan (Al Fatihah : 4, Ash Shoffaat : 20, Ash Shod : 78; Adz Dzaariat : 13; al Waaqiah : 56; al Mudatsir : 46; Al Ma’arij : 26; al Infithar : 9, 10 dan 17 dan Al Muthoffifin : 11).

Ketiga unsur pengertian tersebut memilki keterkaitan yang sangat erat, Allah dengan sifat rahman dan rahim-Nya menurunkan aturan-aturan agama untuk dijadikan pedoman mengarungi kehidupan dunia. Pedoman tersebut memerlukan ketaatan dan kepatuhan serta keihlasan yang maksimal dari manusia itu sendiri agar terwujud sisi ideal moral yang diinginkan oleh setiap aturan. Sebetulnya Allah tidak membutuhkan ketaatan atau kepatuh-an dari manusia, sebab Allah sudah memberikan kebebasan memilih bagi manusia – apakah manusia mau beriman atau tidak (Qs. Al Kahfi : 29), juga tidak ada paksaan dalam agama, karena telah nyata perbedaan antara jalan kebenaran dan kesesatan (Qs. Al Baqoroh : 256). Kepatuhan dan ketaatan tersebut dibutuhkan untuk mewujudkan hasil yang maksimal dari aktifitas dan pengamalan terhadap ketentuan tersebut. Setiap hukum dan peraturan memer-lukan kesadaran dan keihlasan dari pelaku untuk menghasilkan atau mewujudkan maksud diadakannya hukum tersebut yaitu keselamatan, ketentraman, keteraturan dan kebenaran.
Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita temukan orang-orang yang mengikuti atau menjalankan hukum atau agama secara lahiriyah, tetapi secara batiniyah (tidak nampak) ia mempermainkan hukum atau aturan agama. Aturan agama dapat dijalankan secara lahiriyah dan batiniyah, maka disinilah pengertian Ad dien yang ketiga berfungsi – Allah akan menen-tukan dengan sebenar-benarnya siapa hamba-Nya yang ikhlas dan patuh pada saat hari pembalasan amal yaitu pada hari kiamat nanti.
Menurut Ulama fiqih; Ad Dien didefinisikan sebagai

الدين هو وضع الهي سائق لذوي العقول باحتيارهم الي الصلاح في الحال والفلاح في الماًل

Artinya : Agama adalah ketentuan-ketentuan Allah yang diberikan kepada manusia yang berakal untuk mendapatkan kehidupan yang bahagia di dunia dan keselamatan hidup di akhirat”

Dari pengertian tersebut terdapat tiga hal yang sangat penting untuk diperhatikan, yaitu
a. Bahwa Ad Dien itu adalah aturan-aturan Allah – artinya segala bentuk hukum dari agama itu bersumber dari Allah, Nabi Muhammad SAW hanya menyampaikan risalah tersebut kepada manusia tanpa dikurangi atau ditambahi sedikitpun.
Diberikan kepada manusia yang berakal. Memahami konsep manusia yang berakal dapat dibedakan menjadi 2 bagian yaitu berakal dalam konteks syar’iyah dan berakal dalam konstek kesadaran berfikir.
Berakal (Baligh) dalam konsteks syar’iyah adalah situasi dimana hukum-hukum tentang kewajiban dan larangan agama dibebankan kepada manusia. Indikatornya adalah ketika manusia mampu memberikan alternatif dan solusi terhadap permasa-lahan hidup dengan sadar (kemampuan akliyah) dan Baligh berarti telah sampai pada masa kematangan reproduksi nya yaitu dengan keluar sperma bagi kaum laki-laki dan menstruasi bagi kaum wanita. Terhadap orang yang hilang kesa-darannya baik karena gila, tidur atau lupa, maka hukum-hukum taklifi tidak berlaku atasnya – artinya tidak berhak atas dosa atau hukuman, jika ia melakukan kesalahan.
Sedangkan berakal dalam konteks kesadaran berfikir dapat dibedakan menjadi dua; Pertama yaitu kemampuan mengurai setiap permasalahan dalam kerangka analitis sistematis; misalnya dalam tinjauan sebab, akibat dan solusinya dengan dasar ilmu yang realible – dus kemampuan tersebut lebih mengarah pada aspek intelektualitas seseorang. Kedua; yaitu kesadaran hati (berfikir dengan hati nurani) terkadang seseorang memiliki kepandaian intelektual, tetapi ia tidak memiliki kepan-daian “Hati Nurani/Qolb”. Ia mengingkari hukum, melakukan zina, mencuri atau perbuatan melanggar hukum agama lainnya. Secara akal dia tahu bahwa zina itu haram karena sejelek-jeleknya perbuatan dan jalan kehidupan, tetapi akalnya tidak mampu menjelaskan hal tersebut didepan gelora Hati dan nafsu syetannya – maka ketika itu ia tidak berakal sebagaimana firman Allah dalam Qs. Al A’raf : 178

Jika ia mampu menggunakan akal secara benar untuk memahami dan menjalankan aturan Allah tersebut, maka ia akan mendapatkan kehidupan yang bahagia di dunia dan keselamatan hidup di akhirat. Artinya bahwa akal yang benar akan membawa pada pilihan yang benar terhadap apa yang diberikan oleh Allah – dan hal tersebut menjadi modal untuk memperoleh kebahagiaan.
Kebahagiaan hidup di dunia berdimensi sangat luas dan abstrak. Standar keba-hagiaan tidak dapat diukur dengan seberapa banyak ia mempunyai harta benda melain-kan lebih mengarah kepada kenyamanan, ketentraman dan kemampuan mengendalikan diri. Rasulullah mengatakan :”bukanlah kaya itu karena ia memiliki harta benda, melainkan adanya kelapangan hati”. Oleh sebab itu, agama tidak menjanjikan langsung melimpahnya harta kekayaan melainkan kemantapan bathin yang berujung pada komit-men dan keuletan berusaha. Bagi mereka dunia adalah tempat persinggahan sementara dan permainan yang melenakan (Qs. Ali Imron : 185, Al An’am : 32 dan Hadid : 20), oleh sebab itu kekayaan yang paling sempurna adalah ketenangan dalam menjalankan agama itu sendiri (Qs. Al Maidah : 3).
Sedangkan keselamatan hidup di akhirat adalah keberhasilan seseorang dalam mempertanggung jawabkan semua aktifitas pelaksanaan amanat hidup sebagai hamba Allah (Qs. Adz Dzariat : 56) dan sebagai Kholifah (Qs. Al Baqoroh : 30) yang sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah. Pada masa tersebut, manusia tidak dapat mohon bantuan kepada sesamanya, sebab pada hari itu semua dihisab amal-nya dengan seadil-adilnya. Harta benda dan anak istrinya yang dulu dibanggakan, sudah tidak dapat dibanggakan lagi – yang ada hanya “Rahman dan Rahimnya” dzat yang Maha Kuasa (Qs. Al Baqoroh : 48, 123 dan 281)

Di samping Ad Dien, terdapat juga kata “Millah” sebagaimana disebut dalam beberapa ayat al Qur’an, misalnya Qs. Al Baqoroh : 130 dan 135. Secara subtantif kata “millah” memiliki arti sebagai “jalan atau gaya hidup” yang dikembangkan oleh para Nabi sebelum Nabi Muhammad. Oleh sebab itu keluasan cakupan Millah tidak dapat melebihi cakupan Ad Dien, karena Millah bisa saja dikembangkan berdasarkan nilai subtansial dari Ad Dien, sedangkan Ad Dien terkadang tidak memasukkan millah dari beberapa Nabi atau Rasul sebelumnya, misalnya Dienul Islam yang dibawa Nabi Muhammad tidak memasukkan ajaran atau berpuasa sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Dawud.
Terdapat 10 ayat yang menjelaskan penggunaan kata “Millah” dan kesemuanya dikaitkan dengan cara dan gaya hidup Nabi Ibrahim/ملة ابراهيم (Qs. Al Baqoroh :130 dan 135, Ali Imron : 95, An Nisa’ : 125, Al A’am : 162, Yusuf : 37-38, An Nahl : 123, Al Haji : 78 dan Shad : 7). Nabi Ya’kub yang merupakan cucu nabi Ibrahim, juga memberikan justifikasi jalan hidup kepada anak-anaknya dengan prinsip “millah Ibrahim” yang bebas dari unsur kemusyrikan.

Dengan demikian subtansi Millah Ibrahim memiliki kesesuaian dengan prinsip-prinsip tauhid yang dibawa oleh semua Nabi dan Rasul Allah.
Pengertian Millah sebagai jalan hidup atau style sebuah masyarakat juga nampak pada penggunaan kata millah dengan bentuk lain sebagaimana tersebut pada Qs. Al Baqoroh : 120, Al A’raf : 87-88, Ibrahim : 13 al Kahfi : 20. Secara khusus dalam Qs. Al Baqoroh : 120 – kata-kata Millah dikaitkan dengan gaya hidup atau bahkan keyakinan kaum Yahudi dan Nasrani yang datang sebelum Nabi Muhammad menyampaikan risalah Islam.


II. PERBANDINGAN ANTARA AGAMA, RELIGION DAN AD DIEN
Persamaan
Agama, Religion atau Ad Dien memiliki kesamaan pandangan dalam 3 hal walaupun pada titik tertentu, aplikasi dan realitas spiritualnya berbeda. Ketiga hal tersebut adalah :
1. Pengakuan adanya yang Maha Kuat – yang berada diluar jangkauan manusia (immatrial atau transendentt) dalam bahasa Islam disebut dengan Allah (Tuhan).
2. Adanya kehidupan sebagai tempat pembalasan amal manusia, baik itu langsung maupun tidak langsung, misalnya Surga dan Neraka (Islam) atau Nirwana dan Hukum Karma (Hindu-Budha).
3. adanya peribadan atau ritual yang merupakan perwujudan hubungan antara ma-nusia dengan yang Maha Kuat – tentu dengan berbagai bentuk dan tata caranya.

Perbedaan
1. Tata nilai yang dikembangkan oleh Ad Dien (agama samawi) berasal dari Wahyu Allah, sedangkan Agama dan Religion berasal dari refleksi manusia terhadap peris-tiwa yang terjadi dilingkungannya.
2. Kebenaran yang dibawa oleh Ad Dien bersifat mutlak/absolut – karena ia datang dari Allah (Qs. Al Baqoroh : 147 dan Ali Imron : 60) , sedangkan Agama dan Religion bersifat Dzanny (spekulatif/sementara) – karena ia datang dari manusia yang lemah, tak berilmu dan hanya persangkaan saja ( Qs. Al Baqoroh : 78-79).
3. Ad Dien menjamin bagi pengikutnya dengan “keselamatan dan kebahagiaan” (Qs. Ali Imron : 85), sedangkan Agama dan Religion tidak menjaminnya bahkan di antaranya ada yang berujung dengan kebodohan, kesengsaraan bathin dan kese-satan hidup (Qs. Al Baqoroh : 170 dan Al Anbiya’ : 52-54).
4. Ad Dien mengajak pada pemeluknya untuk menghambakan kepada Pencipta sekalian, sedangkan agama dan Religion terkadang mendorong pada penghamba-an kepada sesama makhluq dan belenggu-belenggu Thogut lainnya.


III. FUNGSI AGAMA BAGI MANUSIA
Amat beragam orang mempersepsi keberadaan agama bagi manusia – sebagian diantara mereka melihat agama sebagai beban yang amat berat – yang mengganggu aktifitas kehidupan mereka sehari-hari. Frederich Engle dan Karl Marx membandingkan agama yang abstrak dengan kebutuhan-kebutuhan manusia yang serba materialis. Bagi mereka agama tidak dapat mencukupi kebutuhan manusia terutama dalam pemenuhan ekonomi dan status sosial – diperlukan usaha keras untuk merubah keadaan sosial dengan perjuangan kelas dan bukan dengan khutbah-khutbah agama. Jadi agama (“Tuhan”) tidak diperlukan dalam proses tersebut, maka tidaklah heran kalau doktrin yang mereka kembang-kan adalah hancurkan agama karena candu bagi masyarakat.
Setali tiga uang dengan Frederich Nieztche – filosof eksistensialis asal negara Jerman. Ia mengatakan bahwa dogma-dogma agama yang dikembangkan oleh para rahib dimaksudkan untuk menafikan peran sentral manusia yang berasal dari kekuatan fikir manusia. Jadi manusia membutuhkan agama karena potensi dilemahkan oleh agama itu sendiri. Agar manusia tidak dibodohi oleh agama dan sudah barang tentu Tuhan, maka manusia harus menjadi kuat (superman) dan untuk itu sangat perlu dikembangkan slogan “Tuhan telah Mati/The God is Dead” dalam diri manusia.
Dalam pandangan Islam, agama sangat penting karena ia menjadi modal dasar dilahir-kannya manusia di dunia untuk melengkapi kemampuan jasmaniyah. Potensi beragama atau kebenaran yang dimiliki oleh manusia ada sejak manusia dalam arwah dengan merujuk khusus pada pengakuan Allah sebagai Tuhan (Prinsip monotheisme) sebagaimana disebut dalam Qs. Al A’raf : 172. Oleh sebab itu pengingkaran terhadap eksistensi agama dan Tuhan menjadi sebab awal terjadinya keterpurukan rohani atau spiritual manusia. Mereka dapat membanggakan diri dengan popularitas dan intelektualitas yang dimiliki, tetapi mereka tidak tentram, damai dan tenang dalam kehidupannya dan bahkan ia merasa asing dengan lingkungan tempat mereka tinggal. Jean Paul Sartre – sastrawan dan juga filosof Perancis abad 19 mengakui keterpurukan spiritualitas dirinya dalam pesan terakhir sebelum ia melakukan bunuh diri.
Berdasarkan pemikiran-pemikiran tersebut, maka agama memberikan nuansa tersendiri dalam kehidupan manusia, yaitu :
1. Membawa manusia pada jati dirinya yaitu adanya kesadaran spiritual dengan memahami adanya realitas lain selain manusia.
2. Membimbing manusia agar menemukan jalan kehidupan yang tenang, tentram dan sejahtera, karena tujuan beragama agar manusia berjiwa suci dan berakhlaq mulia atau membawa dan membina manusia dan masyarakat menjadi baik.
3. Membimbing manusia agar menemukan jalan menuju kebahagian hidup di dunia dan keselamatan hidup di akhirat dengan jalan tunduk pada kemauan dan kehendak rahman rahim Tuhan
4. Memberikan pedoman kepada manusia agar ia dapat mewujudkan fungsi rahmat bagi alam sebagai tindak lanjut tugas kekhalifaan, juga mengajarkan pentingnya menentukan hal-hal yang utama dan membatasi hal-hal yang tidak terlalu utama (tidak penting).
5. Agama memberikan pedoman untuk nentukan kreteria perbuatan baik atau jahat; dengan harapan manusia dapat menghindarkan diri dari perbuatan jahat yang dianggap dapat mengotori kesucian jiwa bagi yang mengerjakannya. Dalam konsteks ini agama menentukan norma-norma kebaikan dan kejahatan. Ia menentukan pula peraturan-peraturan yang harus dipakai oleh manusia dalam hidup kemasyarakatannya, agar ia jauh dari kekotoran dan kejahatan.

SUMBER : http://ululazmi-zabaz.blogspot.com/2009/01/pengertian-dan-fungsi-agama-sebuah_06.html

Senin, 12 Januari 2015

KETERKAITAN ILMU PENGETAHUAN TEKNOLOGI DAN KEMISKINAN

1. Ilmu adalah pengetahuan yang bersifat umum dan sistematis, pengetahuan dari mana dapat disimpulkan dalil-dalil tertentu menurut kaidah-kaidah umum. (Nazir, 1988)

2. konsepsi ilmu pada dasarnya mencakup tiga hal, yaitu adanya rasionalitas, dapat digeneralisasi dan dapat disistematisasi (Shapere, 1974)
3. pengertian ilmu mencakup logika, adanya interpretasi subjektif dan konsistensi dengan realitas sosial (Schulz, 1962)
4. ilmu tidak hanya merupakan satu pengetahuan yang terhimpun secara sistematis, tetapi juga merupakan suatu metodologi
Empat pengertian di atas dapatlah disimpulkan bahwa ilmu pada dasarnya adalah pengetahuan tentang sesuatu hal atau fenomena, baik yang menyangkut alam atau sosial (kehidupan masyarakat), yang diperoleh manusia melalui proses berfikir. Itu artinya bahwa setiap ilmu merupakan pengetahun tentang sesuatu yang menjadi objek kajian dari ilmu terkait.
alam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indera atau akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut.
Pengetahuan yang lebih menekankan pengamatan dan pengalaman inderawi dikenal sebagai pengetahuan empiris atau pengetahuan aposteriori. Pengetahuan ini bisa didapatkan dengan melakukan pengamatan dan observasi yang dilakukan secara empiris dan rasional. Pengetahuan empiris tersebut juga dapat berkembang menjadi pengetahuan deskriptif bila seseorang dapat melukiskan dan menggambarkan segala ciri, sifat, dan gejala yang ada pada objek empiris tersebut. Pengetahuan empiris juga bisa didapatkan melalui pengalaman pribadi manusia yang terjadi berulangkali. Misalnya, seseorang yang sering dipilih untuk memimpin organisasi dengan sendirinya akan mendapatkan pengetahuan tentang manajemen organisasi.
Selain pengetahuan empiris, ada pula pengetahuan yang didapatkan melalui akal budi yang kemudian dikenal sebagai rasionalisme. Rasionalisme lebih menekankan pengetahuan yang bersifat apriori; tidak menekankan pada pengalaman. Misalnya pengetahuan tentang matematika. Dalam matematika, hasil 1 + 1 = 2 bukan didapatkan melalui pengalaman atau pengamatan empiris, melainkan melalui sebuah pemikiran logis akal budi. Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Pengetahuan termasuk, tetapi tidak dibatasi pada deskripsi, hipotesis, konsep, teori, prinsip dan prosedur yang secara Probabilitas Bayesian adalah benar atau berguna.
Ilmu Pengetahuan adalah suatu proses pemikiran dan analisis yang rasional, sistimatik, logik dan konsisten. Hasilnya dari ilmu pengetahuan dapat dibuktikan dengan percobaan yang transparan
dan objektif. Ilmu pengetahuan mempunyai spektrum analisis amat luas, mencakup persoalan yang sifatnya supermakro, makro dan mikro. Hal ini jelas terlihat, misalnya pada ilmu-ilmu: fisika, kimia, kedokteran, pertanian, rekayasa, bioteknologi, dan sebagainya.”
“ Ilmu pengetahuan” lazim digunakan  dalam pengertian sehari-hari, terdiri dari dua kata, “ ilmu “ dan “ pengetahuan “, yang masing-masing punya identities sendiri-sendiri. Dikalangan ilmuwan ada keseragaman pendapat, bahwa ilmu itu selalu tersusun dari pengetahuan secara teratur, yang diperoleh dengan pangkal tumpuan (objek) tertentu dengan sistematis, metodis, rasional/logis, empiris, umum dan akumulatif. Pengertian pengetahuan sebagai istilah filsafat tidaklah sederhana karena bermacam-macam pandangan dan teori (epistemologi), diantaranya pandangan Aristoteles, bahwa pengetahuan merupakan pengetahuan yang dapat diinderai dan dapat merangsang budi. Dan oleh Bacon & David Home pengetahuan diartikan sebagai pengalaman indera dan batin. Menurut Imanuel Kant pengehuan merupakan persatuan antara budi dan pengalaman. Dari berbagai macam pandangan tentang pengetahuan diperoleh  sumber-sumber pengetahuan berupa ide, kenyataan, kegiatan akal-budi,  pengalaman, sintesis budi, atau meragukan karena tak adanya sarana untuk mencapai pengetahuan yang pasti.
Untuk membuktikan pengetahuan itu benar, perlu berpangkal pada teori kebenaran pengetahuan :
1. Pengetahuan dianggap benar apabila dalil (proposisi) itu mempunyai hubungan dengan dalil (proposisi) yang terdahulu
2. Pengetahuan dianggap benar apabila ada kesesuaian dengan kenyataan
3. Pengetahuan dianggap benar apabila mempunyai konsekwensi praktis dalam diri yang mempunyai pengeahuan itu.
Ilmu pengetahuan pada dasarnya memiliki tiga komponen penyangga tubuh pengetahuan yang disusunnya yaitu ; ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Epistemologis hanyalah merupakan cara bagaimana materi pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi tubuh ilmu pengetahuan. Ontologis dapat diartikan hakekat apa yang dikaji oleh pengetahuan, sehingga jelas  ruang lingkup ujud yang menajdi objek penelaahannya. Atau dengan kata lain ontologism merupakan objek formal dari suatu pengetahuan. Komponen aksiologis adalah asas menggunakan ilmu pengetahuan atau fungsi dari ilmu pengetahuan.
Pembentukan ilmu akan berhadapan dengan objek yang merupakan bahan dalam penelitian, meliputi objek material sebagai bahan yang menadi tujuan penelitian bulat dan utuh, serta objek formal, yaitu sudut pandangan yang mengarah kepada persoalan yang menjadi pusat perhatian. Langkah-langkah dalam memperoleh ilmu dan objek ilmu meliputi rangkaian kegiatan dan tindakan. Dimulai dengan pengamatan, yaitu suatu kegiatan yang diarahkan kepada fakta yang mendukung apa yang dipikirkan untuk sistemasi, kemudian menggolong-golongkan dan membuktikan dengan cara berpikir analitis, sistesis, induktif dan deduktif. Yang terakhir ialah pengujian kesimpulan dengan menghadapkan fakta-fakta sebagai upaya mencari berbagai hal yang merupakan pengingkaran.
Untuk mencapai suatu pengetahuan yang ilmiah dan obyektif diperlukan sikap yang bersifat ilmiah, yang meliputi empat hal yaitu :
1. Tidak ada perasaan yang bersifat pamrih sehingga menacapi pengetahuan ilmiah yang obeyktif
2. Selektif, artinya mengadakan pemilihan terhadap problema yang dihadapi supaya didukung oleh fakta atau gejala, dan mengadakan pemilihan terhadap hipotesis yang ada
3. Kepercayaan yang layak terhadap kenyataan yang tak dapat diubah maupun terhadap indera dam budi yang digunakan untuk mencapai ilmu
4. Merasa pasti bahwa setiap  pendapat, teori maupun aksioma terdahulu telah mencapai kepastian, namun masih terbuka untuk dibuktikan kembali.
Permasalahan ilmu pengetahuan meliputi arti sumber, kebenaran pengetahuan, serta sikap ilmuwan itu sendiri sebagai dasar untuk langkah selanjutnya.
Teknologi
Dalam konsep yang pragmatis dengan kemungkinan berlaku secara akademis dapatlah dikatakan bahwa pengetahuan (body ofknowledge), dan teknologi sebagai suatu seni (state of arts ) yang mengandung pengetian berhubungan dengan proses produksi; menyangkut cara bagaimana berbagai sumber, tanah, modal, tenaga kerja dan ketrampilan dikombinasikan untuk merealisasi tujuan produksi. “secara konvensional mencakup penguasaan dunia fisik dan biologis, tetapi secara luas juga meliputi teknologi sosial, terutama teknoogi sosial pembangunan (the social technology of development) sehingga teknologi itu adalah merode sistematis untuk mencapai tujuan insani (Eugene Stanley, 1970).
Teknologi memperlihatkan fenomenanya alam masyarakat sebagai hal impersonal dan memiliki otonomi mengubah setiap bidang kehidupan manusia menjadi lingkup teknis. Jacques Ellul dalam tulisannya berjudul “the technological society” (1964) tidak mengatakan teknologi tetapi teknik, meskipun artinya sama. Menurut Ellul istilah teknik digunakan tidak hanya untuk mesin, teknologi atau prosedur untuk memperoleh hasilnya, melainkan totalitas  metode yang dicapai secara rasional dan mempunyai efisiensi (untuk memberikan tingkat perkembangan) dalam setiap bidang aktivitas manusia. Jadi teknologi penurut Ellul adalah berbagai usaha, metode dan cara untuk memperoleh hasil yang distandarisasi dan diperhingkan sebelumnya.
Fenomena teknik paa masyarakat ikini, menurut Sastrapratedja (1980) memiliki ciri-ciri sebagia berikut :
1. Rasionalistas, artinya tindakan spontan oleh teknik diubah menjadi tindakan yang direncanakan dengan perhitungan rasional
2. Artifisialitas, artinya selalu membuat sesuatu yang buatan tidak alamiah
3. Otomatisme, artinya dalam hal metode, organisasi dan rumusan dilaksanakan secara otomatis. Demikian juga dengan teknik mampu mengeliminasikan kegiatan non teknis  menjadi kegiatan teknis
4. Teknik berkembang pada suatu kebudayaan
5. Monisme, artinya semua teknik bersatu, saling berinteraksi dan saling bergantung
6. Universalisme, artinya teknik melampaui batas-batas kebudayaan dan ediologi, bahkan dapat menguasai kebudayaan
7. Otonomi artinya teknik berkembang menurut prinsip-prinsip sendiri.
Teknologi yang berkembang denan pesat meliputi berbagai bidang kehidupan manusia. Luasnya bidang teknik digambarkan sebagaia berikut :
1. Teknik meluputi bidang ekonomi, artinya teknik mampu menghasilkan barang-barang industri. Dengan teknik, mampu mengkonsentrasikan capital sehingga terjadi sentralisasi ekonomi
2. Teknik meliputi bidang organisasional seperti administrasi, pemerintahan, manajemen, hukum dan militer
3. Teknik meliputi bidang manusiawi. Teknik telah menguasai seluruh sector kehidupan manusia, manusia semakin harus beradaptasi dengan dunia teknik dan tidak ada lagi unsur pribadi manusia yang bebas dari pengaruh teknik.
Alvin Tofler (1970) mengumpakana teknologi itu sebagai mesin yang besar atau sebuah akselarator (alat pemercepat) yang dahsyat, dan ilmu pengetahuan sebagai bahan bakarnya. Dengan meningkatnya ilmu pengetahuan secara kuantitatif dan kualtiatif, maka kiat meningkat pula proses akselerasi yagn ditimbulkan oleh mesinpengubah, lebih-lebih teknologi mampu menghasilkan teknologi yang lebih banyak dan lebih baik lagi.
Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan bagian-bagian yang dapat dibeda-bedakan, tetapi tidak dapat dipisah-pisahkan dari suatu sistem yang berinteraksi dengan sistem-sistem lain dalam kerangka nasional seperti kemiskinan.
Kemiskinan
Kemiskinan lazimnya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. Dikatakan berada di bawah garis kemiskinan  apabila pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok seperti pangan, pakaian, tempat berteduh, dan lain-lain. Garis kemiskinan yang menentukan batas minimum pendapatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pokok, bisa dipengaruhi oleh tiga hal :
1. Persepsi manusia terhadap kebutuhan pokok yang diperlukan
2. Posisi  manusia dalam lingkungan sekitar
3. Kebutuhan objectif manusia untuk bisa hidup secara manusiawi
Persepsi manusia terhadap kebutuhan pokok yang diperlukan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, adat istiadat, dan
sistem nilai yang dimiliki. Dalamhal ini garis kemiskinan dapat tinggi atau rendah. Terhadap posisi manusia dalam lingkungan sosial, bukan ukuran kebutuhan pokok yang menentukan, melainkan bagaimana posisi pendapatannya ditengah-tengah masyarakat sekitarnya. Kebutuhan objektif manusia untuk bisa hidup secara manusiawi ditentukan oleh komposisi pangan apakah benilai gizi cukup dengan nilai protein dan kalori cukup sesuai dengan tingkat umur, jenis kelamin, sifat pekerjaan, keadaan iklim dan lingkungan yang dialaminya.
Kesemuanya dapat tersimpul dalam barang dan jasa dan tertuangkan dalam nilai uang sebgai patokan bagi penetapan pendapatan minimal yang diperlukan, sehingga garis kemiskinan ditentukan oleh tingkat pendapatan minilam ( versi bank dunia, dikota 75 $ dan desa 50 $AS perjiwa setahun, 1973) ( berapa sekarang ? ).
Berdasarkan ukuran ini maka mereka yang hidup dibawah garis kemiskinan memiliki cirri-ciri sebagai berikut :
1. Tidak memiliki factor-faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, ketrampilan. Dll
2. Tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri, seperti untuk memperoleh tanah garapan ataua modal usaha
3. Tingkat pendidikan mereka rendah, tidak sampai taman SD
4. Kebanyakan tinggal di desa sebagai pekerja bebas
5. Banyak yang hidup di kota berusia muda, dan tidak mempunyai ketrampilan.
Kemiskinan menurut orang lapangan (umum) dapat dikatagorikan kedalam tiga unsure :
1. Kemiskinan yang disebabkan handicap badaniah ataupun mental seseorang
2. Kemiskinan yang disebabkan oleh bencana alam
3. Kemiskinan  buatan. Yang  relevan dalam hal ini adalah kemiskinan buatan, buatan manusia terhadap manusia pula yang disebut kemiskinan structural. Itulah kemiskinan yang timbul oleh dan dari struktur-struktur  buatan manusia, baik struktur ekonomi, politik, sosial maupun cultural. Selaindisebabkan oleh hal – hal tersebut, juga dimanfaatkan oleh sikap “penenangan” atau “nrimo”, memandang kemiskinan sebagai nasib, malahan sebagai takdir Tuhan. Kemiskinan menjadi suatu kebudayaan atau subkultur, yang mempunya struktur dan way of life yang telah turun temurun melalui jalur keluarga. Kemiskinan (yagn membudaya) itu disebabkan oleh dan selama proses perubahan sosial secara fundamental, seperti transisi dari feodalisme ke kapitalisme, perubahan teknologi yang cepat, kolonialisme, dsb.obatnya tidak lain adalah revolusi yang sama radikal dan meluasnya.
Sumber

ILMU PENGETAHUAN, TEKNOLOGI DAN KEMISKINAN

pengertian ilmu pengetahuan TEKNOLOGI DAN KEMISKINAN

Batas kajian ilmu adalah fakta sedangkan batas kajian filsafat adalah logika atau daya pikir manusia. Ilmu menjawab pertanyaan “why” dan “how” sedangkan filsafat menjawab pertanyaan “why, why, dan why” dan seterusnya sampai jawaban paling akhir yang dapat diberikan oleh pikiran atau budi manusia (munkin juga pertanyaan-pertanyaannya terus dilakukan sampai never ending)..n oleh Heidegger, setiap telaahan filosofis terdapat unsur metafisik.
1. ilmu adalah pengetahuan yang bersifat umum dan sistematis, pengetahuan dari mana dapat disimpulkan dalil-dalil tertentu menurut kaidah-kaidah umum. (Nazir, 1988)
2. konsepsi ilmu pada dasarnya mencakup tiga hal, yaitu adanya rasionalitas, dapat digeneralisasi dan dapat disistematisasi (Shapere, 1974)
3. pengertian ilmu mencakup logika, adanya interpretasi subjektif dan konsistensi dengan realitas sosial (Schulz, 1962)4. ilmu tidak hanya merupakan satu pengetahuan yang terhimpun secara sistematis, tetapi juga merupakan suatu metodologi
Empat pengertian di atas dapatlah disimpulkan bahwa ilmu pada dasarnya adalah pengetahuan tentang sesuatu hal atau fenomena, baik yang menyangkut alam atau sosial (kehidupan masyarakat), yang diperoleh manusia melalui proses berfikir. Itu artinya bahwa setiap ilmu merupakan pengetahun tentang sesuatu yang menjadi objek kajian dari ilmu terkait.
alam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indera atau akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut.
Pengetahuan yang lebih menekankan pengamatan dan pengalaman inderawi dikenal sebagai pengetahuan empiris atau pengetahuan aposteriori. Pengetahuan ini bisa didapatkan dengan melakukan pengamatan dan observasi yang dilakukan secara empiris dan rasional. Pengetahuan empiris tersebut juga dapat berkembang menjadi pengetahuan deskriptif bila seseorang dapat melukiskan dan menggambarkan segala ciri, sifat, dan gejala yang ada pada objek empiris tersebut. Pengetahuan empiris juga bisa didapatkan melalui pengalaman pribadi manusia yang terjadi berulangkali. Misalnya, seseorang yang sering dipilih untuk memimpin organisasi dengan sendirinya akan mendapatkan pengetahuan tentang manajemen organisasi.
Selain pengetahuan empiris, ada pula pengetahuan yang didapatkan melalui akal budi yang kemudian dikenal sebagai rasionalisme. Rasionalisme lebih menekankan pengetahuan yang bersifat apriori; tidak menekankan pada pengalaman. Misalnya pengetahuan tentang matematika. Dalam matematika, hasil 1 + 1 = 2 bukan didapatkan melalui pengalaman atau pengamatan empiris, melainkan melalui sebuah pemikiran logis akal budi. Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Pengetahuan termasuk, tetapi tidak dibatasi pada deskripsi, hipotesis, konsep, teori, prinsip dan prosedur yang secara Probabilitas Bayesian adalah benar atau berguna.
Ilmu Pengetahuan adalah suatu proses pemikiran dan analisis yang rasional, sistimatik, logik dan konsisten. Hasilnya dari ilmu pengetahuan dapat dibuktikan dengan percobaan yang transparan
dan objektif. Ilmu pengetahuan mempunyai spektrum analisis amat luas, mencakup persoalan yang sifatnya supermakro, makro dan mikro. Hal ini jelas terlihat, misalnya pada ilmu-ilmu: fisika, kimia, kedokteran, pertanian, rekayasa, bioteknologi, dan sebagainya.
SIKAP ILMIAH
Sikap ilmiah yang dimaksud adalah sikap yang seharusnya dimilikioleh seorang
peneliti. Untuk dapat melalui proses penelitian yang baikdan hasil yang baik pula, peneliti
harus memiliki sifat-sifat berikut ini.
1) Mampu Membedakan Fakta dan Opini
Fakta adalah suatu kenyataan yang disertai bukti-bukti ilmiah dandapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya, sedangkan opini adalahpendapat pribadi dari
seseorang yang tidak dapat dibuktikankebenarannya sehingga di dalam melakukan studi
kepustakaan, seorangpeneliti hendaknya mampu membedakan antara fakta dan opini
agarhasil penelitiannya tepat dan akurat serta dapat dipertanggungjawabkankebenarannya.
2)Berani dan Santun dalam Mengajukan Pertanyaan danArgumentasi
Peneliti yang baik selalu mengedepankan sifat rendah hati ketikaberada dalam satu ruang
dengan orang lain. Begitu juga pada saatbertanya, berargumentasi, atau mempertahankan hasil
penelitiannya akansenantiasa menjunjung tinggi sopan santun dan menghindari
perdebatansecara emosi. Kepala tetap dingin, tetapi tetap berani mempertahankankebenaran
yang diyakininya karena yakin bahwa pendapatnya sudahdilengkapi dengan fakta yang jelas
sumbernya.
3) Mengembangkan Keingintahuan
Peneliti yang baik senantiasa haus menuntut ilmu, ia selalu berusahamemperluas pengetahuan
dan wawasannya, tidak ingin ketinggalaninformasi di segala bidang, dan selalu berusaha
mengikuti perkembanganilmu pengetahuan yang semakin hari semakin canggih dan modern.
4) Kepedulian terhadap Lingkungan
Dalam melakukan penelitian, peneliti yang baik senantiasa peduliterhadap lingkungannya dan
selalu berusaha agar penelitian yangdilakukannya membawa dampak yang positif bagi lingkungan dan bukan sebaliknya.
Definisi Teknologi
Teknologi atau pertukangan memiliki lebih dari satu definisi. Salah satunya adalah pengembangan dan aplikasi dari alat, mesin, material dan proses yang menolong manusia menyelesaikan masalahnya. Sebagai aktivitas manusia, teknologi mulai dikenal sebelum sains dan teknik.
Teknologi dibuat atas dasar ilmu pengetahuan dengan tujuan untuk mempermudah pekerjaan manusia, namun jika pada kenyataannya teknologi malah mempersulit, layakkah disebut Ilmu Pengetahuan?
Kata teknologi sering menggambarkan penemuan dan alat yang menggunakan prinsip dan proses penemuan saintifik yang baru ditemukan. Meskipun demikian, penemuan yang sangat lama seperti roda juga disebut sebuah teknologi.
Definisi lainnya (digunakan dalam ekonomi) adalah teknologi dilihat dari status pengetahuan kita yang sekarang dalam bagaimana menggabungkan sumber daya untuk memproduksi produk yang diinginkan( dan pengetahuan kita tentang apa yang bisa diproduksi). Oleh karena itu, kita dapat melihat perubahan teknologi pada saat pengetahuan teknik kita meningkat.
Teknologi adalah satu ciri yang mendefinisikan hakikat manusia yaitu bagian dari sejarahnya meliputi keseluruhan sejarah. Teknologi, menurut Djoyohadikusumo (1994, 222) berkaitan erat dengan sains (science) dan perekayasaan (engineering). Dengan kata lain, teknologi mengandung dua dimensi, yaitu science dan engineering yang saling berkaitan satu sama lainnya. Sains mengacu pada pemahaman kita tentang dunia nyata sekitar kita, artinya mengenai ciri-ciri dasar pada dimensi ruang, tentang materi dan energi dalam interaksinya satu terhadap lainnya.
Makna Teknologi, menurut Capra (2004, 106) seperti makna ‘sains’, telah mengalami perubahan sepanjang sejarah. Teknologi, berasal dari literatur Yunani, yaitu technologia, yang diperoleh dari asal kata techne, bermakna wacana seni. Ketika istilah itu pertama kali digunakan dalam bahasa Inggris di abad ketujuh belas, maknanya adalah pembahasan sistematis atas ‘seni terapan’ atau pertukangan, dan berangsur-angsur artinya merujuk pada pertukangan itu sendiri. Pada abad ke-20, maknanya diperluas untuk mencakup tidak hanya alat-alat dan mesin-mesin, tetapi juga metode dan teknik non-material. Yang berarti suatu aplikasi sistematis pada teknik maupun metode. Sekarang sebagian besar definisi teknologi, lanjut Capra (2004, 107) menekankan hubungannya dengan sains. Ahli sosiologi Manuel Castells seperti dikutip Capra (2004, 107) mendefinisikan teknologi sebagai ‘kumpulan alat, aturan dan prosedur yang merupakan penerapan pengetahuan ilmiah terhadap suatu pekerjaan tertentu dalam cara yang memungkinkan pengulangan.
Fenomena teknik pada masyarakat
Fenomena teknik pada masyarakat teknik, menurut Sastrapratedja (1980) memiliki ciri-ciri sebagia berikut :
1. Rasionalistas, artinya tindakan spontan oleh teknik diubah menjadi tindakan yang direncanakan dengan perhitungan rasional
2. Artifisialitas, artinya selalu membuat sesuatu yang buatan tidak alamiah
3. Otomatisme, artinya dalam hal metode, organisasi dan rumusan dilaksanakan secara otomatis. Demikian juga dengan teknik mampu mengeliminasikan kegiatan non teknis menjadi kegiatan teknis
4. Teknik berkembang pada suatu kebudayaan
5. Monisme, artinya semua teknik bersatu, saling berinteraksi dan saling bergantung
6. Universalisme, artinya teknik melampaui batas-batas kebudayaan dan ediologi, bahkan dapat menguasai kebudayaan
7. otonomi artinya teknik berkembang menurut prinsip-prinsip sendiri.
Teknologi yang berkembang denan pesat meliputi berbagai bidang kehidupan manusia. Luasnya bidang teknik digambarkan sebagaia berikut :
1. Teknik meluputi bidang ekonomi, artinya teknik mampu menghasilkan barang-barang industri. Dengan teknik, mampu mengkonsentrasikan capital sehingga terjadi sentralisasi ekonomi
2. Teknik meliputi bidang organisasional seperti administrasi, pemerintahan, manajemen, hukum dan militer
3. Teknik meliputi bidang manusiawi. Teknik telah menguasai seluruh sector kehidupan manusia, manusia semakin harus beradaptasi dengan dunia teknik dan tidak ada lagi unsur pribadi manusia yang bebas dari pengaruh teknik.
PENGERTIAN KEMISKINAN
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
  • Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangansehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
  • Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
  • Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna “memadai” di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politikdan ekonomi di seluruh dunia.

Ciri-ciri manusia yg berada di bawah kemiskinan
mereka yang hidup dibawah garis kemiskinan memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
  1. Tidak memiliki factor-faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, ketrampilan.
  2. DllTidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan
  3. sendiri, seperti untuk memperoleh tanah garapan ataua modal usahaTingkat pendidikan mereka rendah, tidak sampai taman SD.
  4. Kebanyakan tinggal di desa sebagai pekerja bebas
  5. Banyak yang hidup di kota berusia muda, dan tidak mempunyai ketrampilan.
Fungsi-fungsi Orang Miskin

Pertama : adalah menyediakan tenaga kerja untuk pekerjaan kotor, tidak terhormat, berat, berbahaya, tetapi di bayar murah.
Kedua : kemiskinan adalah menambah atau memperpanjang nilai guna barang atau jasa. Baju bekas yang sudah tidak terpakai dapat di jual ( atau dengan bangga di katakan ” di infakan ”)kepada orang-orang miskin.
Ketiga : kemiskinan adalah mensubsidi berbagai kegiatan ekonomi yang menguntungkan orang-orang kaya. Pegawai-pegawai kecil, karena di bayar murah, petani tidak boleh menaikan harga beras mereka untuk mensubsidi orang-orang kota.
Kempat : kemiskinan adalah menyediakan lapangan kerja,bagaimana mungkin orang miskin memberikan lapangan kerja ? karena ada orang miskin lahirlah pekerjaan tukang kredit ( barang atau uang ) aktivis-aktivis LSM ( yang menyalurkan dana dari badan-badan internasional lewat para aktivis yang belum mendapatkan pekerjaan kantor ) belakangan kita tahu bahwa tidak ada komunitas yang paling laku di jual oleh negara ketiga di pasaran internasional selain kemiskinan.
Kelima : kemiskinan adalah memperteguh status sosial orang-orang kaya, perhatikan jasa orang miskin pada perilaku orang-orang kaya baru. Sopir yang menemaninya memberikan label bos kepadanya.Nyonya-nyonya dapat menunjukan kekuasaannya dengan memerintah inem-inem mengurus rumah tangganya.
PENDAPAT
ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki kaitan yang jelas, yakni teknologi merupakan penerapan dari ilmu pengetahuan. Selain itu, teknologi juga mengandung ilmu pengetahuan didalamnya. Ilmu pengatahuan digunakan untuk mengatahui “apa” sedangkan teknologi digunakan untuk mengatahui “bagaimana”. Perubahan teknologi yang cepat dapat menyebabkan kemiskinan, karena dapat menyebabkan perubahan sosial yang fundamental.
SUMBER :
-http://definisi-pengertian.blogspot.com/2009/11/pengertian-ilmu-dan-ilmu-pengetahuan.html
-http://definisi-pengertian.blogspot.com/2010/01/definisi-teknologi.html
-http://www.scribd.com/doc/40750397/Sikap-Ilmiah
-http://id.wikipedia.org/wiki/Kemiskinan
-http://sosbud.kompasiana.com/2010/02/17/fungsi-fungsi-orang-miskin/